KEADAAN UMUM PROVINSI PAPUA
SELENGKAPNYA..
1.
Letak Geografis
Provinsi Papua dengan luas 317.062 kilometer persegi terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota dengan jumlah penduduk 2.851.999 jiwa (BPS, 2010). Luas wilayah provinsi Papua adalah 317. 062 (Km2). Jika dibandingkan dengan wilayah Republik Indonesia, maka luas wilayah Provinsi Papua merupakan 19,33 persen dari luas Negara Indonesia yang mencapai 1.890.754 (Km2) dan merupakan provinsi terluas di Indonesia.
. Kondisi Topografis
Provinsi Papua dengan luas 317.062 kilometer persegi terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota dengan jumlah penduduk 2.851.999 jiwa (BPS, 2010). Luas wilayah provinsi Papua adalah 317. 062 (Km2). Jika dibandingkan dengan wilayah Republik Indonesia, maka luas wilayah Provinsi Papua merupakan 19,33 persen dari luas Negara Indonesia yang mencapai 1.890.754 (Km2) dan merupakan provinsi terluas di Indonesia.
. Kondisi Topografis
Papua merupakan salah satu daerah yang terpencil,
memiliki laut dan pantai, memiliki topografi yang kasar, memiliki iklim tropis
basah yang puncak pegunungannya selalu ditutupi salju abadi. Diselimuti hutan
dan hujan tropik basah dan hujan berekologi
. Sumber Daya Alam (SDA)
Provinsi Papua mempunyai sumber daya
alam yang melimpah menyebabkan tingkat pertumbuhan tahunan Provinsi Papua jauh
di atas rata-rata nasional untuk beberapa tahun, dan dari segi fiskal merupakan
provinsi terkaya kedua di Indonesia. Sektor pertambangan, minyak dan gas (69%)
mendominasi perekonomian di Provinsi Papua, diikuti oleh sektor pertanian
(11%), administrasi pemerintahan (5%), sektor transportasi (4%), sektor
komunikasi (4%), sektor konstruksi (4%), sektor perdagangan (4%) dan lainnya
(3%).
4.
Demografis
Dari tahun ke tahun jumlah penduduk di
Provinsi Papua terus meningkat. Pada tahun 2003 jumlah penduduk sebesar
1.823.872 jiwa, kemudian pada tahun 2007 meningkat menjadi 2.015.616 jiwa.
Sedangkan data terakhir berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk Tahun
2010, jumlah penduduk Provinsi Papua sementara adalah 2.851.999 orang, yang
terdiri atas 1.510.285 laki-laki dan 1.341.714 perempuan. Dengan luas wilayah
Provinsi Papua sekitar 317.062 km2 dan didiami oleh 2.851.999 jiwa, maka
rata-rata tingkat kepadatan penduduk Provinsi Papua adalah sebanyak sembilan
orang per km2, hal ini mengindikasikan bahwa masih luasnya wilayah di Provinsi
Papua yang tidak berpenghuni.
5.
Keadaan Penduduk
Provinsi Papua Secara etno biologis Penduduk Papua merupakan suku bangsa
yang memiliki pertalian etnis tersendiri dibandingkan dengan suku bangsa
lainnya yang ada di Indonesia. Letaknya berada di ujung timur Indonesia, hidup
di tengah keterasingan dan jauh dari kontak dengan kemajuan atau modernisasi.
Kenyataan menunjukkan bahwa situasi dan kondisi yang kurang kondusif membuat
masyarakat berada dalam tarap hidup yang cukup memprihatinkan. Pada saat ini
sebagian besar orang Papua masih berbusana sederhana sebagai simbol
keterbelakangan mereka, sebagian besar penduduk Papua masih primitif ibarat
hidup di jaman batu, peramu (nomad).
Mereka bermukim terpencar dan terpencil di lepas pantai, pesisir pantai,
peralihan, lereng-lereng gunung, lembah-lembah serta celah-celah gunung yang
sulit di jangkau bahkan jauh dari pusat-pusat pelayanan pemerintah
6.
Kondisi Sosial Ekonomi
Kondisi sosial ekonomi mereka sangat
memprihatinkan yakni kondisi perumahan sangat darurat, hidup dalam honai/ owa,
tingkat inflasi dan harga barang dan jasa tertinggi di Indonesia, sebagian
besar dari mereka nyaris tanpa busana dan pola perekonomian subsisten. Selain
itu tingkat pendidikan relatif rendah, angka buta huruf mencapai lebih dari
70%, tinggat kesehatan rendah dan gizi rawan, Angka Kematian Bayi Tertinggi di
Indonesia, Prevalensi HIV/AIDS Tertinggi di Indonsia, Tingkat Kemiskinan
Tertinggi di Indonesia, Korupsi Tertinggi di Indonesia, Kinerja Pemerintah
Terendah di Indonesia, Indeks Pembangunan Manusia Papua urutan ke 33 dari 33
propinsi di Indonesia.
II.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI DI PAPUA SAAT INI
1.
Propinsi Termiskin
di Indonesia
Sumber Daya
Manusia (SDM) dari 2 juta lebih penduduk yang ada saat ini, hampir setengah
penduduk Papua yaitu 40,78% hidup dengan status Rumah Tangga Miskin (RTM).
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS 2010 menunjukkan
Propinsi Papua merupakan Propinsi termiskin di Indonesia yakni 34,88%.
Sedangkan bila dibandingkan dengan
Propinsi-Propinsi yang sumber daya alamnya lebih rendah dari Propinsi
Papua justru angka kemiskinan lebih baik, misalnya Propinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT) 23,03%, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) 21,55%, Propinsi Bangka
Belitung 18,94%. Padahal saat ini Papua adalah Propinsi dengan kewenangan
Otonomi Khusus (UU 21 Tahun 2001) dengan dana pembangunan perkapita tertinggi
di Indonesia. Total dana Otonomi Khusus 2002-2009 sebesar 9,353 triliun
dan Infrastruktur 2007-2009 dengan dana 2,5 triliun. Salah satu aspek yang
perlu mendapat perhatian serius oleh pemerintah Propinsi Papua adalah Indeks
Keparahan Kemiskinan (IKK) di Propinsi Papua yang juga paling tinggi di Indonesia
yaitu sebesar 2.99%. Bila dibandingkan dengan Propinsi Lainnya maupun juga
secara nasional, Indeks Keparahan Kemiskinan hanya 0.68% sampai dengan 1%
saja.
2.
Tingkat Inflasi
dan Biaya Hidup Tertinggi
Tinggi-rendahnya
tingkat inflasi dapat mempengaruhi stabilitas harga barang dan jasa di suatu
daerah. Stabilitas harga di Propinsi Papua selain disebabkan karena peningkatan
inflasi tiap tahun, juga diakibatkan karena jarak tempuh distribusi barang dan
jasa dari pusat-pusat produksi ke Propinsi Papua yang sangat jauh sehingga
memakan besarnya biaya transportasi. Propinsi Papua, harga Semen 1 Sak di
Jayapura 70 ribu, Wamena 500 ribu dan Puncak Jaya 1,2 juta. Harga Beras
bermerek berisi 25 kilogram Rp.750.000-Rp.800.000 per karung di Puncak Jaya, sedangkan
di Jakarta Beras yang bermerek dan bermutu tinggi seperti Pandanwangi atau
Rojolele untuk 25 kilogram hanya Rp.80.000,- per karung. Di Pegunungan Bintang,
harga Minyak Bensin untuk 1 liter mencapai Rp.40.000, sedangkan saat ini harga
nasional hanya Rp.4.500,-. Melambungnya harga barang di daerah Pedalaman Papua
ini, selain karena adanya tingkat inflasi yang tinggi, juga karena moda
transportasi untuk melayani penduduk pedalaman Papua hanya dilalui melalui
jaringan transportasi udara. Sementara itu, pemerintah Propinsi Papua belum
mampu melakukan upaya pengendalian jalur distribusi barang dari pusat produksi
sampai di konsumen di wilayah Papua. Padahal konsumen terbanyak berada di
Pedalaman Papua yang merupakan jumlah penduduk paling padat yaitu 1,2 juta di 10 kabupaten yang ada di daerah pegunungan
Tengah Papua, atau 60% dari keseluruhan jumlah penduduk Papua.
3.
Indeks Pembangunan Manusia Terendah di
Indonesia
Human Development Index atau Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang dilihat dari perbandingan harapan hidup saat kelahiran,
pengetahuan yang diukur dari angka tingkat baca tulis pada orang dewasa serta
standar hidup layak maka, untuk Indonesia pada tahun 1999 IPM 64,3% menjadi
71.17% di tahun 2008. Sedangkan Propinsi Papua tahun 1999 IPM 58,8% menjadi
64,00 di tahun 2008. Sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2008, Indeks
Pembangunan Manusia di Propinsi Papua paling rendah dari rata-rata nasional dan
terendah diantara propinsi lainnya di Indonesia. Bahkan bila dibandingkan
dengan Propinsi yang termiskin sumber daya alamnya seperti Sultra 69.00, Bengkulu
72.14, Jambi 71.99.
4.
Tingkat
Partisipasi Pendidikan Terendah di Indonesia
Pada tahun 2007,
tingkat partisipasi pendidikan Sekolah Dasar di Propinsi Papua 82.92% (BPS,
2007), sedangkan rata-rata nasional lebih dari 93.75%. Dengan angka ini
menempatkan Propinsi Papua berada di posisi ke 33 dari 33 propinsi di
Indonesia, artinya tingkat partisipasi pendidikan di propinsi Papua paling
rendah di Indonesia. Bila kita menganalisis secara mendalam ternyata tingkat
partisipasi pendidikan propinsi Papua 2007 sebesar 82,92% lebih buruk atau
cenderung menurun dari pada tahun 2004 yaitu 85,21%.
5.
Tingkat Kepadatan
Penduduk Rendah
Kepadatan Penduduk
Propinsi Papua tidak mengalami peningkatan secara signifikan sejak tahun 1971.
Pada tahun 1971 kepadatan Penduduk Propinsi Papua adalah 2 orang penduduk tiap
1 Km², dan pada tahun 1990 menjadi 5 orang Penduduk tiap 1 Km², kemudian pada tahun
2005 kepadatan penduduk di Papua tidak mengalami peningkatan tiap Km² hanya
dihuni oleh 7 orang. Jumlah tersebut di atas berbeda dengan propinsi lain di
Indonesia, misalnya Jawa Barat 757 orang tiap1Km², Sumatera Utara 169 orang
tiap 1Km². Serta masih lebih rendah dari kepadatan penduduk
rata-rata nasional, 116 orang tiap 1Km². Bila dianalisis maka ternyata
pemerintah propinsi Papua kurang memperhatikan aspek penataan ruang dan
penduduk lokal di Papua.
6.
Papua Terisolir
dan Terpencil
Dalam rangka mengatasi
Permasalahan infratruktur Jalan dan Jembatan di wilayah Propinsi Papua, maka
pemerintah pusat telah menargetkan 11 ruas jalan strategis dan prioritas Propinsi Papua 2010-2014 yaitu 7 ruas jalan
strategis dan 4 ruas jalan perioritas. Untuk
membangun 11 ruas jalan strategis dan prioritas membutuhkan dana sebesar 9,78
triliun rupiah. Pembangunan 7 ruas jalan strategis itu adalah: Nabire-Waghete
dan Enarotali (262 km), Jayapura-Wamena dan Mulia (733 km), Timika-Mapuru Jaya
dan Pomako (39,6 km), Serui-Menawi dan Saubeba (499km), Jayapura-Sarmi (364
km), Jayapura, Holtekam batas PNG (53 km), Merauke Waropko (557 km), dengan
total 2.056 km. Sementera itu 4 ruas jalan prioritas Propinsi Papua sebanyak
361 km; Depapre-Bongrang, Wamena-Timika-Enarotali, dan Ring Road Jayapura.
Strategi penerobosan isolasi dan daerah terpencil di Papua tersebut di atas
merupakan program pemerintah pusat. Meskipun periode Pemerintahan ini akan
berakir, namun sampai saat ini pemerintah propinsi Papua belum mempunyai grand design pembangunan infrastruktur
di Papua. Salah satu moda transportasi yang sangat vital di Papua adalah moda
transportasi udara. Pada saat ini di Papua terdapat 300 buah lapangan terbang
perintis, dan hanya dilayani oleh 5 buah pesawat Merpati buatan 1975 serta tidak
lebih dari 5 buah perusahaan swasta yang melayani mobilitas barang dan jasa.
7.
Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terkecil Di Tengah Kelimpahan
PT Freeport
Indonesia belum menjalankan amanat UU No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Papua, misalnya dikabarkan belum membayar Pajak Pertambangan Umum (PPu) kepada
propinsi Papua sebesar 80%. Sebuah sumber mengungkapkan bahwa sampai saat ini
Freeport hanya mampu membayar Pajak Bagi Hasil (PBh) sumber daya alam sebesar
18% sekitar 500 miliar saja dari yang seharusnya 80% atau sekitar 6 triliun
rupiah sesuai dengan amanat Otonomi Khusus. Sementara keuntungan yang didulang Freeport setiap tahun
terus meningkat. Laba bersih tahun 2002 RP.1,27 triliun, 2003 menjadi 1,62
triliun, tahun 2004 menjadi 9,34 triliun. Sekali lagi itu laba bersih
bukan sales atau laba kotor. Rupanya amanat Otonomi Khusus tentang bagi
hasil Pajak Pertambangan Umum 80% untuk Propinsi Papua dipermainkan oleh
pemerintah pusat. Pemda Papua seakan-akan bodoh sehingga dibodohi oleh mereka
yang merasa pintar. Dampaknya bisa kita lihat Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Papua yang relatif kecil yaitu RP 360 miliar pada tahun 2009 (bandingkan saja PAD
DKI Jakarta tahun 2009 mencapai 10,363 trilliun).
8.
Bahaya HIV/AIDS yang mengancam Papua
Kasus-kasus
HIV–Positif yang terdeteksi melalui survailans dengan bantuan hasil test reagent ELISA maupun juga Western blot menemukan bahwa sampai dengan Agustus 2010 di
Propinsi Papua sebanyak 5.000 Warga Papua terkena AIDS. Diprediksikan bahwa
jumlah penderita HIV/AIDS akan meningkat tajam pada tahun-tahun mendatang.
Berbeda dengan kasus HIV/AIDS di Pulau Jawa yang penularannya melalui jarum
suntik, untuk Propinsi Papua penularannya lebih banyak melalui hubungan seksual
sembarangan. Peningkatan jumlah prevalensi HIV/AIDS ini akan terus meningkat
secara deret ukur, sementara angka kelahiran mengalami pertumbuhan minimal (minimizing zero growth) secara deret
hitung sehingga diperkirakan penduduk Papua terancam berkurang drastis.
9.
Epidemi Korupsi yang Menggurita di Papua
Hasil survei pelaku bisnis yang dirilis Senin, 8 Maret
2010 oleh perusahaan konsultan "Political & Economic Risk
Consultancy" (PERC) yang berbasis di Hong Kong menyebutkan Indonesia
mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup yang disurvei
pada tahun 2010. Nilai tersebut naik dari tahun lalu yang poinnya 7,69.
Sedangkan, posisi kedua ditempati oleh Kamboja sebagai negara paling korup.
Sementara itu, Survei Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang dilakukan pada
September sampai dengan Desember 2008, bertujuan untuk mengukur tingkat korupsi
pemerintah daerah berdasarkan persepsi pelaku bisnis setempat. Yogyakarta Kota
Terbersih dari korupsi mendapatkan skor
Tertinggi yaitu 6,43. Sementara itu Manokwari (3,39) termasuk Kota Terkorup,
dan rata-rata sebagian besar kota di Propinsi Papua termasuk jajaran 10 besar
kota terkorup di Indonesia.
10.
Penduduk Papua Terancam Berkurang Drastis
Jumlah Penduduk
Propinsi Papua pada tahun 1971 adalah sebanyak 923.449 jiwa, maka berdasarkan
sensus penduduk tahun 2000 menjadi 1.684.144 juta jiwa, dan di tahun 2005
menjadi 1.875.388 juta jiwa. Dimana pada tahun yang sama untuk Propinsi
Sumatera Utara mengalami peningkatan secara drastis dari 6.621.831 juta jiwa di
tahun 1971 menjadi 11.642.488 di tahun 2000 dan pada tahun 2005 meningkat
menjadi 12.450.911 juta jiwa. Sedangkan jumlah penduduk nasional mengalami
peningkatan dari 119.208.229 juta jiwa di tahun 1971 dan 205.132.458 pada tahun
2000 serta 237,6 juta jiwa di tahun 2010. Semua diakibatkan karena berbagai
faktor yang mempengaruhi diantaranya ; 1/ Kurangnya kepedulian masyarakat
terhadap hidup sehat dapat dikatakan bahwa dari faktor kesehatan yang belum
memadai dan juga kurangnya tenaga kesehatan dan ahli dalam mensosialisasikan ke
masyarakat, 2/ Keadaan wilayah atau daerah di Papua hampir sebagian masih
banyak daerah yang berupa hutan dan pegunungan dimana kondisi wilayah yang
begitu sulit untuk dilakukan pembangunan secara teratur, sehingga sulit untuk
menjangkau masyarakat yang ditempat-tempat terpencil seperti diatas gunung, 3/
Sering terjadinya perang antar suku yang juga biasanya memakan korban terhadap
masyarakat pribumi di Papua,dan masih banyak lagi yang menyebabkan penduduk
Papua berkurang secara drastis disamping oleh berbagai faktor diatas termasuk
kematian yang disebabkan oleh berbagai penyakit, bencana alam, dan lain
sebagainya.
III. PAPUA DALAM PANDANGAN PANCA GATRA
1.
Gatra Ideologi
Upaya memelihara kondisi demografi, keanekaan suku,
budaya atau sumber daya manusia yang ada di Papua tentu disatukan dengan
ideologi nasional sebagai perekatnya bangsa yang mempunyai arah dan tujuan
bangsa.
2.
Gatra Politik
Solusi terhadap berbagai persoalan yang ada di papua
dapat di selesaikan bila pemerintah daerah provonsi papua membangun kapasitas
kelembagaan pemerintah secara baik, peningkatan insfrastruktur politik di
papua, kelembagaan legislatif dan eksekutif perlu ditingkatkan melalui
pengembangan kelembagan dan mutu sumber daya manusianya sehingga tercipta
pelayanan pemerintahan yang baik (clean and good governance).
3.
Gatra Ekonomi
Berrbagai persoalan ekonomi yang telah disampaikan diatas
tentu bisa diselesaikan bila membangun basis ekonomi yang kuat. Sumber daya
alam yang melimpa akan dapat manfat bila mampu mengelola dan memberi
kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat papua sehingga rakyat papua lebih baik
dan sejahtera.
4.
Gatra Sosial Budaya
Kehidupan orang Papua sejak lahir dari keanekaan budaya
yang unit. Secara lebih luas bahwa pandangan hidup, agama, perilaku,
pendidikan, kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sifatnya sederhana.
Dalam konteks ini pola sosial budaya yang terbentuk di papua tentu bukan
menjadi ancaman namun sebagai potensi yang dapat dikembangkan dengan
unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia pada umumnya.
5.
Gatra Pertahanan
dan Keamanan
Berbagai konflik politik yang terjadi di papua, khususnya
bagi mereka yang ingin memisahkan diri dari NKRI merupakan ekspresi dari
kondisi kondisi sosial ekonomi yang memprihatinkan. Ancaman terhadap NKRI akan dapat diselesaikan
bila faktor-faktor yang mendorong pemberontakan di Papua diselesaikan secara
menyeluruh.
IV. SOLUSI
PENYELESAIAN
1.
Pembangunan dari
Sudut Pandang Masyarakat bukan dari sudat pandang penguasa karena yang
mempunyai pembangunan itu rakyat;
2.
Pemerintah Sebagai
Fasilitator, Koordinator dan Pelaku Pembangunan bukan hanya sebagai subjek
pembangunan;
3.
Menjaga Momentum
Darurat (Emegency) supaya pembanguna
di papua selalu menjadi perhatian tiap saat;
4.
Membuka Pusat
Logistik untuk Titik-Titik Strategis Pembangunan karena luas wilayah papua sulit
dijangkau kalau terpusat di Jayapura;
5.
Pembentukan TIM
Terpadu Untuk Mempermudah Pelayanan agar dalam pembangunan saling koordinasi
antar unit pemerintah;
6.
Konsisten untuk Membangun
Kepercayaan;
7.
Memberi Kepercayaan
Berdasarkan Kompetensi sehingga tidak asal menempatkan pejabat;
8.
Perlu Kebijakan Penggunaan Anggaran
Bersifat Khusus karena di papua tidak semua sistem penggunaan anggaran nasional
bias dijalankan;
9.
Bekerja Ibarat
Mesin Disertai Remunerasi. Penerapan renumerasi agar tidak terjadi korupsi;
10. Pengawasan dan Pengendalian juga demi memastikan
pembangunan berjalan dan minimalisasi korupsi;
11. Perlunya Lembaga Satuan Anti Korupsi (SAK) di Papua;
12. Welcome
Pada Investor Untuk Publik Private Partnership;
13. Membangun Perumahan dan Permukiman;
14. Mengembangkan Komunikasi Yang Humanis dan Rendah Hati;
15. Revitalisasi Pendidikan dan Revolusi Pengembangan SDM di
Papua;
16. Distribusi Anggaran Melalui Tiga Komponen (Pemerintah,
Adat dan Agama);
17. Revitalisasi Kesehatan di Propinsi Papua.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Agus Sumule, Ph.D, Mencari Jalan Tengah: Otonomi Khusus
Provinsi Papua. 2003. Gramedia, Jakarta
2.
Natalis Pigai, Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik
Politik di Papua. 2001. Sinar Harapan, Jakarta
3.
Natalis Pigai, Arah Baru Pembangunan Papua, 2010, BRR Aceh-Nias,
Aceh
4.
Natalis Pigai, Dialog Solusi Jakarta dan Papua, Opini
Koran Sinar Harapan, 29 Juli 2012,
Jakarta,
5.
Kompas, Ekspedisi Tanah Papua: Laporan Jurnalistik, 2008,
Penerbit Kompas, Jakarta
6.
BPS, Papua Dalam Angka, 2010, 2011 dan 2012, BPS Provinsi Papua
dibuat oleh :
NAMA : SHENNY
FITHRIANI
NPM : 1206324164
FAKULTAS : PASCASARJANA
PROGRAM STUDI : KAJIAN KETAHANAN NASIONAL
UNIVERSITAS
INDONESIA